memme.info – Berita tentang ketidaksetujuan publik terhadap rencana pembangunan beach club oleh Raffi Ahmad di Gunungkidul telah sampai kepadanya di Makkah, dimana saat ini ia sedang menjalankan ibadah haji. Raffi Ahmad mengunggah sebuah video pernyataan melalui akun Instagram resminya, @raffinagita1717, pada Selasa malam, 11 Juni 2024, sebagai bentuk respons langsung terhadap isu tersebut.
Dalam video tersebut, Raffi Ahmad menyatakan, “Saya ingin menanggapi berita yang sedang ramai dibicarakan mengenai proyek di Gunungkidul. Sebagai warga negara yang patuh pada regulasi, saya memahami adanya kekhawatiran dari beberapa pihak bahwa proyek ini mungkin belum sepenuhnya mematuhi peraturan yang berlaku.”
Dikenal sebagai Sultan Andara, Raffi Ahmad mengumumkan pengunduran dirinya dari keterlibatan dalam proyek tersebut, menyatakan, “Dengan ini saya menyatakan mundur dari proyek ini. Saya selalu memastikan bahwa setiap kegiatan bisnis yang saya lakukan harus sesuai dengan regulasi di Indonesia dan memberikan manfaat yang positif bagi masyarakat.”
Raffi Ahmad juga menyampaikan apresiasinya atas perhatian yang ditunjukkan terhadapnya dan menegaskan komitmennya untuk mundur dari inisiatif yang tidak mendatangkan manfaat.
Sebelumnya, Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI) telah menyuarakan penolakan terhadap proyek beach club ini. Petisi yang diluncurkan oleh Muhammad Raafi di situs change.org telah menarik dukungan dari lebih dari 20 ribu orang. Di platform Instagram, kampanye ini juga mendapatkan dukungan luas dengan lebih dari 74 ribu orang yang membagikan stories terkait petisi.
Penolakan ini berdasarkan pada potensi dampak negatif besar bagi lingkungan, termasuk risiko kekeringan yang meningkat. Pencetus petisi menyoroti, “Investor dan pengusaha mungkin akan mendapat keuntungan, namun masyarakat lokal akan menderita akibat dampak negatifnya.”
WALHI menunjukkan bahwa proyek tersebut direncanakan di kawasan Bentangan Alam Karst (KBAK) Gunungsewu di bagian timur, yang merupakan kawasan lindung geologi sesuai dengan Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Nomor 17 tahun 2012. Pembangunan di kawasan ini berpotensi besar menyebabkan kerusakan pada batuan karst dan mengurangi kapasitas air di wilayah tersebut, serta berada di zona yang rawan terhadap bencana banjir dan amblesan.